Bab 1 : Pertanyaan




“Bertahanlah! Aku yakin ini badai yang terakhir!”

Suara guntur bergemuruh, langit hitam pekat dan mencekam, hujan turun membuat laut membuat segala yang ada di laut menjadi musuh.
Sekumpulan awak kapal sedang berari-lari diatas dek kapal, mengambil ember, membuang air yang naik karena gelombang, menurunkan jangkar dan menutup layar. Mereka terlihat sangat sibuk dengan urusan masing-masing. Akan tetapi, mereka melakukan gerakan terhubung, yakni menccegah kapal ditelan badai.
Ombak menampar sisi tepi kiri kapal dan membuat kapal bergoyang kuat ke arah kanan. Orang-orang di kapal memegang kuat kapal sambil berdiri dengan kuda-kuda. Wajah mereka memerah menahan tekanan yang sangat kuat. Gelobang berkecamuk menghantam apapun yang ada di laut. Sepertinya laut sedang marah kepada sesuatu, mungkin kepada mereka, mungkin kepada yang lain. Kapal pun, terombang-ambing dikarenakan kuatnya hantaman air laut. Akan tetapi, semakin badai menerpa, semakin gigih orang-orang yang berada di dalam kapal.
Teriakan keras terucap disetiap bibir awak kapal. Bukan karena merendahkan sesama, tetapi sedang menantang lautan. Mereka mencoba untuk menaikkan moral didalam diri mereka. Teriakan makin mengeras apabila gelombang menggoyahkan kapal mereka. Mereka pun sepertinya sangat tertantang dan menikmatinya dalam waktu bersamaan.
Anak buah kapal ini sudah terlatih menghadapi badai. Saat langit mulai menggelap mereka sudah tahu apa yang seharusnya mereka lakukan, semua sudah bersiap-siap di posisi masing-masing dan Nahkoda kapal pun memberikan arahan yang tepat, sehingga mereka bisa meminimalisir peluang kapal menjadi karam.
Berjam-jam mereka sudah bertarung dengan badai itu. Hingga wajah mereka pun memucat, nafas mereka terputus-putus, otot mereka yang dipaksa bergerak diatas batas mereka. Bahkan rupa mereka sudah tidak karuan, tersiram air laut, bermandikan air hujan. Dengan segala kondisi seperti itu. Siapapun bisa mati terkena demam tinggi. 
Lama berangsur, mereka berhasil melewati badai di laut. Kini langit nan gelap kian memudar. Keesokan harinya, sinar matahari pun mulai menerpa, dan kegirangan dari seluruh kapal menggema sampai kesudut kabin-kabin kapal. Sebuah kebahagian yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat melampaui gelombang besar tersebut. Kapal itu juga sudah mengalami kerusakan yang tidak terhingga dan masih terbilang cukup mengenaskan untuk dibilang bisa berlayar. Layar yang masih tetap berkibar walaupun celah-celah matahari yang dapat dilihat dari robekan tersebut. Para kru kapal pun mengambil lap kain dan mengelap kapal yang habis bermandikan air garam. Yang lain mulai manikkan jangkar dan sisanya bersiap untuk ke tugasnya masing-masing. Senyuman mulai menghiasi terpancar di wajah mereka. Lelah, tetapi gembira. 
Setelah semua selesai dengan pekerjaan, mereka lekas turun ke dek bawah. Terlihat mereka sangat terburu-buru untuk mengambil makanan yang sudah dimasak oleh salah satu dari mereka yang pandai memasak. Hanya saja, ransum mereka semakin menipis, masing-masing dari mereka hanya bisa mendapat setengah dari porsi mereka yang sudah ditentukan. Dengan lahap mereka menyantap roti yang sudah mulai berjamur, bersamaan dengan kentang rebus yang diberi rempah-rempah. Perut keroncongan mereka pun makin tidak kondusif, dikarenakan aroma kentang rebus itu sangat menggiurkan. walaupun kesedihan dan keputusasaan tertoreh diwajah mereka. 
Sebulan lamanya mereka terombang-ambing dikapal tanpa tahu dimana mereka berada. Persediaan mereka pun menipis. Disisi lain pria paruh baya yakni sang kapten tampaknya sangat gusar, dia berbicara dengan navigator muda sekaligus teman baiknya.  Mereka menggunakan kompas dan sambil berdiskusi dimana sebenarnya mereka berada. Awalnya mereka hanya akan melakukan ekspedisi kecil yang hanya akan memakan setengah bulan lamanya, sesampainya di tengah laut, mereka dipertemukan dengan badai yang tiada henti-hentinya. Membuat mereka tidak mengetahui sebenarnya dimana mereka berada. Tidak ada tanda-tanda burung yang terbang, menunjukkan bahwa mereka sedang berada jauh di daratan. Sejauh mata memandang hanya terdapat lautan yang tenang. Sangat aneh. Hanya beberapa hari yang lalu, mereka menghadapi badai yang tiada kunjung henti dan hari ini mereka dihadapkan dengan kehampaan, tenang, nihil.
“Kita akan bertaruh ke timur, aku berharap kita bisa menemukan negeri tetangga terdekat, lalu kita kembali ke Kaleya.”
Sang kapten menutuup matanya erat-erat, alisnya mmengerut hingga menyatu, kedua tangannya menyilang dan tangan kanannya memegang dahi sambil mengeluh. 
“aku ingin mereka semua istirahat, termasuk kau juga, bilang pada mereka untuk menghemat tenaga dan jangan terlalu banyak bergerak kecuali aku perintahkan.”
Sang navigator kemudian mengangguk dan berjalan, sang kapten pun juga masuk kedalam kabin pribadinya.
Malam pun tiba, seluruh keadaan kapal pun menjadi sunyi, mereka beristirahat dengan tenangnya. Beberapa anak buah kapal yang berjaga diluar pun mencuri tidur dalam diam mereka. Apabila kapten mengetahui nya, kemungkinan besar dia akan marah. Karena semua terlelap, tidak ada yang menyadari kalau sebenarnya kapal mereka sedang bergerak ke arah timur dengan kecepatan tinggi. Angin laut malam berhembus dengan kencang, hingga menyebabkan kapal bergerak laju. Kelelahan mereka menjadi kelalaian mereka karena tidak dapat mengawasi.
Keesokan paginya, seluruh orang di kapal tercengang dengan apa yang mereka saksikan, hanya dengan beberapa jam, mereka sudah mendarat di sebuah pulau kecil. Yang lebih anehnya lagi, tidak ada yang merasakan kehadiran pulau tersebut. Kapten kapal yang awalnya ingin marah karena tidak ada pengawas yang memberitahu, membatalkannya. Pikirnya akan membuang tenaga, akhirnya dia memberikan perintah untuk bersiap-siap memasuki pulau. Anak buah kapal menurunkan empat buah sampan tua. Kemudian masing-masing perahu dinaiki oleh empat orang, termasuk sang kapten. Si kapten berharap dapat menemukan hewan yang dapat ditangkap, dan juga buah-buahan atau tanaman lainnya yang dapat dimakan. 
Sesampainya di daratan. Hanya ada dataran sepanjang mata memandang. Tidak ada pohon, tidak ada hewan, tidak ada sesuatu yang dapat dilihat. Mereka pun melanjutkan perjalanan selama tiga puluh menit lamanya dan masih tidak menemukan apapun. Kemudian satu jam, satu setengah jam. Sampai dua jam, akhirnya mereka mulai melihat pepohonan. Anehnya pepohonan yang mereka lihat itu sangat berbeda dengan pepohonan di dataran Kaleya. Struktur pohon yang  mempunyai tunas yang sangat tinggi, lalu mulai bercabang dengan rapi, sehingga mirip dengan brokoli tetapi sangat besar. Pohon-pohon inipun tersusun sangat rapi, mempunyai jarak yang pas, sehingga bisa terlihat simetris. Dengan rapinya pohon tersebut tumbuh, membuat para pelaut ini layaknya berkalan di sebuah kanopi alami. Merekapun heran dan takjub bersamaan, sungguh pemandangan yang indah. Mereka pun mulai bersemangat dan berharap menemukan sesuatu untuk dimakan. Lalu setelah mereka mulai berjalan kembali.  Mereka mulai ditampakkan dengan sebuah gua yang amat sangat besar. Sang kapten pun memutuskan untuk mendekati gua tersebut.  Dikarenakan tidak ada hal lain yang dapat mereka temukan.
Mereka pun mulai berjalan mendekati dan seketika muncul sebuah makhluk besar dan berbulu yang mendekati mereka. Sang kapten dan anak buahnya terkejut melihat makhluk tersebut. Dikarenakan mereka belum pernah melihat makhluk tersebut sebelumnya. Tinggi makhluk berbulu itu hampir mendekati tiga meter, bentuk seperti manusia, hanya saja seluruh tubuhnya benar-benar tertutupi oleh bulu dari kepala hingga kaki. Mereka hanya dapat melihat sepasang bola mata yang hitam dan pekat dari makhluk tersebut.
Masing-masing orang terdiam membeku melihat wujud makhluk tersebut. Makhluk itu juga tidak bergerak sedikitpun. Makhluk itu membuat mereka takut karena hanya berdiri dan tidak melakukan apa-apa. Terlihat bahwa sepertinya dia sedang mengamati mereka semua. Makhluk itu menatap mereka semua dengan seksama. Manusia-manusia itu juga tidak bisa berhenti untuk menatap balik makhluk tersebut. Lalu, salah satu anak buah sang kapten pelan-pelan mengeluarkan pedangnya. Pikirnya apabila makhluk itu menyerang dia bisa membela diri. Tetapi hal yang paling diluar dugaan mereka pun terjadi.
“Sudah tiba waktunya, sepertinya.”
Sontak seluruh orang terkejut. Makhluk itu dapat berbicara dengan fasih. Lebih mengejutkan lagi makhluk itu berbicara dengan bahasa Kaleidos. Bahasa ibu Kaleya. Anak buah yang memegang pedang pun mengurungkan niatnya. Pikirnya sesuatu yang dapat berbicara berarti mempunayi akal sehat, dan yang mempunyai akal sehat pasti memiliki jiwa. Dia mengembalikan pedangnya ke sabuk dan menunggu perintah kaptennya.  

Sang kapten yang mencoba mencerna baik-baik, berpikir untuk mencoba berbicara balik.
“Aa.. apa maksud anda, tuan?” tanya si Kapten.
“aku bukan seorang tuan, aku adalah Penjaga, dan selayaknya derajat kalian lebih tinggi daripadaku.”
Si Kapten pun terheran mendengar aksen dan tutur bahasa Penjaga yang begitu bakul dia bertanya-tanya dari mana makhluk ini berasal? Kenapa dia bisa berbicara? Dan kenapa bisa sangat fasih? Awalnya si Kapten berpikir bahwa mahluk ini seorang manusia, tapi dia yakin kalau itu bukan manusia. Pertayaan-pertanyaan itu berputar dikepala sang Kapten. Lalu dia pun mengajukan pertanyaannya.
“Darimana kau berasal wahai Penjaga dan makhluk apa kau sebenarnya?” Tanya si Kapten dengan nada yang bergetar.
“Asalku tidak penting, yang lebih penting, dia sudah menunggu kalian didalam gua, sebaiknya kalian masuk kedalam. Sebab ia sangat menunggu kedatangan kalian.”
Para pelaut itu pun mulai ketakutan, mengetahui ada sesosok makhluk aneh berbulu tebal, dan kini, mereka diminta untuk bertemu dengan sosok yang misterius. Mereka berpikir bahwa pulau ini sudah sangat aneh, di awal mereka mendarat, tidak terdapat apa-apa bahkan sampai mereka sudah berjalan jauh. Lalu melihat kondisi geografis yang aneh, tidak ada makhluk hidup selain makhluk bebubulu dan sesosok yang dia sebutkan. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain, berpikir ragu ataupun yakin, tidak akan membuahkan hasil di pulau yang aneh itu. Karena itu mereka mengambil resiko dan mulai berjalan masuk kearah gua. Beberapa anak buah kapal mulai menyalakan api dan membuat obor dan mulai memasuki gua.
Saat mereka berjalan, didepan mereka mulai terlihat suatu tempat yang terang. Tempat itu sudah diberi banyak obor dan disitu juga terlihat sesosok pria yang sangat kekar. Itu adalah pria yang terkekar yang pernah mereka temui. Hanya saja, pria itu dirantai, tangannya dirantai, menempel dengan lehernya. Kakinya pun dirantai beserta pahanya sehingga pria itu terjongkok dan tidak bisa berbuat apa-apa. Rantai besi itu sangat tebal dan bahkan terlalu tebal, sehingga tidak ada yang mungkin bisa merusak besi itu kecuali ada sesuatu yang lebih kuat dari besi itu. wajah pria itu gelap kemerahan tua, Rambutnya kriting dan tebal. Rambut pria itu pun sangat panjang, tidak ada yang bisa mengukur betapa panjang nya rambut pria itu. mata pria itupun juga aneh. Mata kanannya tidak ada sehingga terlihat berlubang dan mata kirinya juga seperti terlihat tak berfungsi. Mata kirinya terlihat seperti bewarna ungu yang amat sangat gelap. Dikeningnya terlihat mempunyai banyak luka goresan. Sangking banyaknya luka goresan tersebut sehingga seperti membentuk sebuah huruf-huruf yang tidak dapat dibaca. ruangan tersebut pun juga sangat aneh, banyak tulisan-tulisan aneh membentuk sebuah pola, terlihat seperti sebuah gambaran. Memenuhi seluruh ruangan itu. 
 Para pelaut itu sibuk memerhatikan seisi ruangan. Mereka sangat ketakutan melihat betapa janggal nya seisi pulau beserta sosok-sosok yang mereka temui dan sudah terlambat untuk meninggalkan tempat itu. Pria itu pun kemudian mendongak dan melihat mereka. Mereka pun menyadari tatapan pria itu dan mereka juga waspada.
“Sungguh, apa yang kau perbuat, aku tidak akan bisa dan tidak akan mau melepaskanmu dari rantai besi ini. Siapa kau sebenarnya!?” Teriak Kapten kapal yang mengeluarkan pedangnya sambil mengacungkan ke wajah pria itu.
Pria itu pun mendengarkan dan tersenyum sedikit.
“Sesungguhnya kalian sudah mengetahui siapa aku dan seperti yang kalian lihat, aku tidak berada didalam posisi yang bisa mengancam kalian, maka biarlah aku, yang bertanya kepada kalian dan selanjutnya aku akan menjawab pertanyaan kalian.”
Mereka pun terdiam, ketidaksetujuan mereka pun tidak akan berbuah hasil, karena apabila mereka memaksa pria itu menjawab, terlihat bahwa pria itu pun seperti sudah mengalami penyiksaan dan kebal terhadapnya. Apabila mereka tidak menjawab, mereka pun tidak akan mengetahui apa-apa. Akhirnya, sang Kapten pun mengangguk. Kemudian Kapten menurunkan pedangnya.
“Tolong, pertama-tama kabarilah aku, siapa kalian ini?” ujar pria kekar itu.
“Kami adalah orang-orang Kaleya, kami sedang melakukan pelayaran, namun bertemu dengan badai disepanjang perjalanan kami hingga kami menemukan pulau ini. Kami pun mendarat dan sesampainya di daratan, kami bertemu dengan makhluk berbulu yang menjuluki dirinya dengan Penjaga, lalu makhluk itu meminta kami untuk menuju ke gua ini.” Jawab Kapten kapal itu dengan rinci.
“Pertama-tama, aku ingin bertanya, apakah kontinen Kaleya, tengah mengalami perang berkepanjangan?”
“Tidak, Kontinen Kaleya tidak pernah berperang selama beberapa puluh tahun terakhir.”
Sang Kapten pun berpikir kenapa pria tersebut menanyakan hal tersebut. Pertanyaan itu layaknya dia tidak pernah pergi ke Kaleya selama berpuluh-puluh tahun lamanya dan tidak mengetahui kabar yang terjadi di sana.
“Sungguh, beberapa waktu mendatang, Kontinen Kaleya akan mengalami perang yang tidak ada henti-hentinya, perang itu akan banyak memakan korban jiwa dan seluruh orang-orang akan bergejolak untuk berperang.”
Sang Kapten yang menjawab pun merasa aneh dengan jawaban pria tersebut, terlihat bahwa sepertinya pria ini mengetahui sesuatu tentang masa depan. 
“Dengan damainya Kontinen Kaleya, bagaimana kabar seorang Pemimpin yang terkenal akan kebajikannya, pemimpin yang dikenal dengan keberaniannya?”
“Apa maksudnya? Kontinen Kaleya selalu mempunyai sembilan wilayah dibawah kepemimpinan sembilan pemimpin.”
“Benarkah? Maka sadarlah kalian, beberapa waktu mendatang, akan turun seseorang yang sangat pantas itu. dia akan diikuti oleh semua orang, dan terpujilah bagi mereka yang setia kepada orang itu nantinya.”
“Baiklah. aku ingin menanyakan lagi, tentang danau Sepuluh Ribu Cermin.”
“Apa yang ingin kau tahu tentang danau itu?”
“Apakah danau itu masih jernih dapat berair?”
“Tentu, dari zaman dahulu kala, danau itu tidak pernah kering.”
“Ceritakan tentangku mengenai buah Arin?”
“Ya, ada apa dengan buah Arin? Kalau maksudmu buah itu tidak tumbuh lagi di Kaleya, kau akan kecewa, karena itu masih tumbuh subur disana.”
Pria itu menatap diam dan sedang berpikir. Terlihat kalau dia ingin menanyakan pertanyaan yang lain. Tetapi memutuskan untuk menjawab si Kapten.
“Wahai Pelaut, memang benar, suatu saat buah yang kau idamkan itu, akan perlahan akan menipis jumlahnya dan hingga saat kau menyadarinya, buah itu akan musnah nantinya.”
“Kabarkan kepadaku lagi, bagaimana dengan mata air Ryah, apakah masih mengalir? Apakah penduduk disana masih memanfaatkan air itu?”
“Iya, mata air itu masih sangat mengalir dengan derasnya dan penduduk disana pun masih menggunakan air itu untuk bertani, Astrisia selalu menjadi wilayah yang paling subur diseluruh daratan Kaleya. Maaf, apa maksudmu juga mata air itu akan kering?”
Pria itu kemudian terdiam. Tampaknya tidak ada satupun jawaban yang dapat memuaskan nya. Sesaat setelah Kapten menjawab kemudian dia merasakan ketakutan yang begitu luar biasa, pria itu tersenyum lebar seperti dia mengetahui sesuatu. Anak buah kapal pun juga begitu, mereka ketakutan seketika melihat pria itu tersenyum. Bulu halus mereka bergidik dan keringat mereka bercucuran. Akan tetapi pria itu pun kembali ke mimik wajahnya yang seperti biasa.
“Kalau begitu, mari perkenalkan diriku, aku adalah Ur-Zamiskaveeri. Sebentar lagi aku akan diberi izin untuk keluar melanglang di muka bumi ini. Karena pada saat hari itu tiba, aku akan menyelamatkan kalian orang-orang dimasa mendatang.  Tidak akan satupun dari negeri akan terlewati olehku selama empat puluh hari lamanya, kecuali beberapa kota yakni Thiana dan Riyana sebab, dua kota itu haram bagiku untuk memasukinya.” Ujar pria kekar itu.
Seluruh awak kapal terdiam, mereka yakin benar bahwa semua perkataan itu ganjil adanya, tetapi mereka semua cukup pintar untuk menyembunyikannya, karena pada dasarnya ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat mereka. lelaki yang benar-benar dibelenggu dengan cara seperti itu, pastilah dihukum akan sesuatu, dan siapapun yang mengurungnya, pasti cukup kuat untuk menundukkannya. 
Kemudian pria itu juga berkata bahwa setelahnya mereka melakukan percakapan itu, mereka boleh keluar dari gua itu dan juga mereka akan diperlakukan sebaik-baiknya oleh dia. Mereka cepat-cepat keluar dari gua itu karena ketakutan setengah mati bertatapan dengan pria itu. sesampainya di luar gua, mereka tidak melihat makhluk berbulu itu lagi dan mereka juga tidak meladeni masalah itu, mereka hanya ingin cepat-cepat keluar dari pulau itu dan cepat-cepat melupakannya.
Usai sudah rombongan itu keluar dari pulau dan menemukan bahwa Kapal mereka menjadi tampak lebih baik dari sebelumnya. Mereka tampak kebingungan denga pemandanganan yang terjadi. Hanya dalam waktu lima jam mereka berada di pulau, dan seluruh kapal tampak kembali kedalam kondisi prima. Mereka dengan lekas kembali ke kapal dan melihat semua yang terjadi.
Diatas kapal pun, anak buah yang berada disana tidak ingat dengan apa yang terjadi, mereka hanya menyadari kalau kapal itu sudah kembali membaik dan lebih anehnya lagi, mereka menemukan persediaan dikapal  berupa buah-buahan dan potongan daging yang tidak mereka dapat temukan. Kapten kapal pun menanyakan kepada anak buah nya dan tidak ada satupun yang menjawab kalau mereka mengumpulkannya. Bahkan mereka tidak menyadari kalau kapal dan persediaan itu tiba-tiba saja terjadi.
Semakin mereka berada di pulau itu, semakin mereka merasakan keanehan yang terjadi. Kapten kapal pun memutuskan untuk meninggalkan pulau itu secepat-cepatnya, dikarenakan dengan hal yang terjadi. Kemudian dia menceritakan kepada sisa anak buahnya yang berada di kapal dan semua yang mendengarkan seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
“Kapten, apakah menurutmu semua Kapal dan persediaan makanan itu dilakukan oleh pria itu?” Tanya si Navigator.
“Entahlah, tetapi aku yakin kalau sesungguhnya dia tidak mengenalkan dirinya secara jujur. Entah siapa dia, darimana asalnya, dan kenapa dia bisa diperlakukan seperti itu, aku harap, aku berharap tidak akan pernah melihat dia kembali seumur hidupku.


Posting Komentar

0 Komentar