“Bertahanlah! Aku yakin ini badai yang terakhir!”
Suara guntur bergemuruh, langit hitam pekat dan
mencekam, hujan turun membuat laut membuat segala yang ada di laut menjadi
musuh.
Sekumpulan awak kapal sedang berari-lari diatas
dek kapal, mengambil ember, membuang air yang naik karena gelombang, menurunkan
jangkar dan menutup layar. Mereka terlihat sangat sibuk dengan urusan
masing-masing. Akan tetapi, mereka melakukan gerakan terhubung, yakni menccegah
kapal ditelan badai.
Ombak menampar sisi tepi kiri kapal dan membuat
kapal bergoyang kuat ke arah kanan. Orang-orang di kapal memegang kuat kapal
sambil berdiri dengan kuda-kuda. Wajah mereka memerah menahan tekanan yang
sangat kuat. Gelobang berkecamuk menghantam apapun yang ada di laut. Sepertinya
laut sedang marah kepada sesuatu, mungkin kepada mereka, mungkin kepada yang
lain. Kapal pun, terombang-ambing dikarenakan kuatnya hantaman air laut. Akan
tetapi, semakin badai menerpa, semakin gigih orang-orang yang berada di dalam
kapal.
Teriakan keras terucap disetiap bibir awak kapal.
Bukan karena merendahkan sesama, tetapi sedang menantang lautan. Mereka mencoba
untuk menaikkan moral didalam diri mereka. Teriakan makin mengeras apabila
gelombang menggoyahkan kapal mereka. Mereka pun sepertinya sangat tertantang
dan menikmatinya dalam waktu bersamaan.
Anak buah kapal ini sudah terlatih menghadapi
badai. Saat langit mulai menggelap mereka sudah tahu apa yang seharusnya mereka
lakukan, semua sudah bersiap-siap di posisi masing-masing dan Nahkoda kapal pun
memberikan arahan yang tepat, sehingga mereka bisa meminimalisir peluang kapal
menjadi karam.
Berjam-jam mereka sudah bertarung dengan badai
itu. Hingga wajah mereka pun memucat, nafas mereka terputus-putus, otot mereka
yang dipaksa bergerak diatas batas mereka. Bahkan rupa mereka sudah tidak
karuan, tersiram air laut, bermandikan air hujan. Dengan segala kondisi seperti
itu. Siapapun bisa mati terkena demam tinggi.
Lama berangsur, mereka berhasil melewati badai di
laut. Kini langit nan gelap kian memudar. Keesokan harinya, sinar matahari pun
mulai menerpa, dan kegirangan dari seluruh kapal menggema sampai kesudut
kabin-kabin kapal. Sebuah kebahagian yang tidak ternilai harganya karena mereka
dapat melampaui gelombang besar tersebut. Kapal itu juga sudah mengalami kerusakan
yang tidak terhingga dan masih terbilang cukup mengenaskan untuk dibilang bisa
berlayar. Layar yang masih tetap berkibar walaupun celah-celah matahari yang
dapat dilihat dari robekan tersebut. Para kru kapal pun mengambil lap kain dan
mengelap kapal yang habis bermandikan air garam. Yang lain mulai manikkan
jangkar dan sisanya bersiap untuk ke tugasnya masing-masing. Senyuman mulai
menghiasi terpancar di wajah mereka. Lelah, tetapi gembira.
Setelah semua selesai dengan pekerjaan, mereka
lekas turun ke dek bawah. Terlihat mereka sangat terburu-buru untuk mengambil
makanan yang sudah dimasak oleh salah satu dari mereka yang pandai memasak.
Hanya saja, ransum mereka semakin menipis, masing-masing dari mereka hanya bisa
mendapat setengah dari porsi mereka yang sudah ditentukan. Dengan lahap mereka
menyantap roti yang sudah mulai berjamur, bersamaan dengan kentang rebus yang
diberi rempah-rempah. Perut keroncongan mereka pun makin tidak kondusif,
dikarenakan aroma kentang rebus itu sangat menggiurkan. walaupun kesedihan dan
keputusasaan tertoreh diwajah mereka.
Sebulan lamanya mereka terombang-ambing dikapal
tanpa tahu dimana mereka berada. Persediaan mereka pun menipis. Disisi lain
pria paruh baya yakni sang kapten tampaknya sangat gusar, dia berbicara dengan
navigator muda sekaligus teman baiknya.
Mereka menggunakan kompas dan sambil berdiskusi dimana sebenarnya mereka
berada. Awalnya mereka hanya akan melakukan ekspedisi kecil yang hanya akan
memakan setengah bulan lamanya, sesampainya di tengah laut, mereka dipertemukan
dengan badai yang tiada henti-hentinya. Membuat mereka tidak mengetahui
sebenarnya dimana mereka berada. Tidak ada tanda-tanda burung yang terbang,
menunjukkan bahwa mereka sedang berada jauh di daratan. Sejauh mata memandang
hanya terdapat lautan yang tenang. Sangat aneh. Hanya beberapa hari yang lalu,
mereka menghadapi badai yang tiada kunjung henti dan hari ini mereka dihadapkan
dengan kehampaan, tenang, nihil.
“Kita akan bertaruh ke timur, aku berharap kita
bisa menemukan negeri tetangga terdekat, lalu kita kembali ke Kaleya.”
Sang kapten menutuup matanya erat-erat, alisnya
mmengerut hingga menyatu, kedua tangannya menyilang dan tangan kanannya
memegang dahi sambil mengeluh.
“aku ingin mereka semua istirahat, termasuk kau
juga, bilang pada mereka untuk menghemat tenaga dan jangan terlalu banyak
bergerak kecuali aku perintahkan.”
Sang navigator kemudian mengangguk dan berjalan,
sang kapten pun juga masuk kedalam kabin pribadinya.
Malam pun tiba, seluruh keadaan kapal pun menjadi
sunyi, mereka beristirahat dengan tenangnya. Beberapa anak buah kapal yang
berjaga diluar pun mencuri tidur dalam diam mereka. Apabila kapten mengetahui
nya, kemungkinan besar dia akan marah. Karena semua terlelap, tidak ada yang
menyadari kalau sebenarnya kapal mereka sedang bergerak ke arah timur dengan
kecepatan tinggi. Angin laut malam berhembus dengan kencang, hingga menyebabkan
kapal bergerak laju. Kelelahan mereka menjadi kelalaian mereka karena tidak
dapat mengawasi.
Keesokan paginya, seluruh orang di kapal
tercengang dengan apa yang mereka saksikan, hanya dengan beberapa jam, mereka
sudah mendarat di sebuah pulau kecil. Yang lebih anehnya lagi, tidak ada yang
merasakan kehadiran pulau tersebut. Kapten kapal yang awalnya ingin marah
karena tidak ada pengawas yang memberitahu, membatalkannya. Pikirnya akan
membuang tenaga, akhirnya dia memberikan perintah untuk bersiap-siap memasuki
pulau. Anak buah kapal menurunkan empat buah sampan tua. Kemudian masing-masing
perahu dinaiki oleh empat orang, termasuk sang kapten. Si kapten berharap dapat
menemukan hewan yang dapat ditangkap, dan juga buah-buahan atau tanaman lainnya
yang dapat dimakan.
Sesampainya di daratan. Hanya ada dataran
sepanjang mata memandang. Tidak ada pohon, tidak ada hewan, tidak ada sesuatu yang
dapat dilihat. Mereka pun melanjutkan perjalanan selama tiga puluh menit
lamanya dan masih tidak menemukan apapun. Kemudian satu jam, satu setengah jam.
Sampai dua jam, akhirnya mereka mulai melihat pepohonan. Anehnya pepohonan yang
mereka lihat itu sangat berbeda dengan pepohonan di dataran Kaleya. Struktur
pohon yang mempunyai tunas yang sangat
tinggi, lalu mulai bercabang dengan rapi, sehingga mirip dengan brokoli tetapi
sangat besar. Pohon-pohon inipun tersusun sangat rapi, mempunyai jarak yang pas,
sehingga bisa terlihat simetris. Dengan rapinya pohon tersebut tumbuh, membuat
para pelaut ini layaknya berkalan di sebuah kanopi alami. Merekapun heran dan
takjub bersamaan, sungguh pemandangan yang indah. Mereka pun mulai bersemangat
dan berharap menemukan sesuatu untuk dimakan. Lalu setelah mereka mulai
berjalan kembali. Mereka mulai
ditampakkan dengan sebuah gua yang amat sangat besar. Sang kapten pun
memutuskan untuk mendekati gua tersebut.
Dikarenakan tidak ada hal lain yang dapat mereka temukan.
Mereka pun mulai berjalan mendekati dan seketika
muncul sebuah makhluk besar dan berbulu yang mendekati mereka. Sang kapten dan
anak buahnya terkejut melihat makhluk tersebut. Dikarenakan mereka belum pernah
melihat makhluk tersebut sebelumnya. Tinggi makhluk berbulu itu hampir
mendekati tiga meter, bentuk seperti manusia, hanya saja seluruh tubuhnya
benar-benar tertutupi oleh bulu dari kepala hingga kaki. Mereka hanya dapat
melihat sepasang bola mata yang hitam dan pekat dari makhluk tersebut.
Masing-masing orang terdiam membeku melihat wujud
makhluk tersebut. Makhluk itu juga tidak bergerak sedikitpun. Makhluk itu
membuat mereka takut karena hanya berdiri dan tidak melakukan apa-apa. Terlihat
bahwa sepertinya dia sedang mengamati mereka semua. Makhluk itu menatap mereka
semua dengan seksama. Manusia-manusia itu juga tidak bisa berhenti untuk
menatap balik makhluk tersebut. Lalu, salah satu anak buah sang kapten
pelan-pelan mengeluarkan pedangnya. Pikirnya apabila makhluk itu menyerang dia
bisa membela diri. Tetapi hal yang paling diluar dugaan mereka pun terjadi.
“Sudah tiba waktunya, sepertinya.”
Sontak seluruh orang terkejut. Makhluk itu dapat
berbicara dengan fasih. Lebih mengejutkan lagi makhluk itu berbicara dengan
bahasa Kaleidos. Bahasa ibu Kaleya. Anak buah yang memegang pedang pun
mengurungkan niatnya. Pikirnya sesuatu yang dapat berbicara berarti mempunayi
akal sehat, dan yang mempunyai akal sehat pasti memiliki jiwa. Dia
mengembalikan pedangnya ke sabuk dan menunggu perintah kaptennya.
Sang kapten yang mencoba mencerna baik-baik, berpikir untuk mencoba
berbicara balik.
“Aa.. apa maksud anda, tuan?” tanya si Kapten.
“aku bukan seorang tuan, aku adalah Penjaga, dan
selayaknya derajat kalian lebih tinggi daripadaku.”
Si Kapten pun terheran mendengar aksen dan tutur
bahasa Penjaga yang begitu bakul dia bertanya-tanya dari mana makhluk ini
berasal? Kenapa dia bisa berbicara? Dan kenapa bisa sangat fasih? Awalnya si
Kapten berpikir bahwa mahluk ini seorang manusia, tapi dia yakin kalau itu
bukan manusia. Pertayaan-pertanyaan itu berputar dikepala sang Kapten. Lalu dia
pun mengajukan pertanyaannya.
“Darimana kau berasal wahai Penjaga dan makhluk
apa kau sebenarnya?” Tanya si Kapten dengan nada yang bergetar.
“Asalku tidak penting, yang lebih penting, dia sudah
menunggu kalian didalam gua, sebaiknya kalian masuk kedalam. Sebab ia sangat
menunggu kedatangan kalian.”
Para pelaut itu pun mulai ketakutan, mengetahui
ada sesosok makhluk aneh berbulu tebal, dan kini, mereka diminta untuk bertemu
dengan sosok yang misterius. Mereka berpikir bahwa pulau ini sudah sangat aneh,
di awal mereka mendarat, tidak terdapat apa-apa bahkan sampai mereka sudah
berjalan jauh. Lalu melihat kondisi geografis yang aneh, tidak ada makhluk
hidup selain makhluk bebubulu dan sesosok yang dia sebutkan. Tetapi mereka
tidak punya pilihan lain, berpikir ragu ataupun yakin, tidak akan membuahkan
hasil di pulau yang aneh itu. Karena itu mereka mengambil resiko dan mulai
berjalan masuk kearah gua. Beberapa anak buah kapal mulai menyalakan api dan
membuat obor dan mulai memasuki gua.
Saat mereka berjalan, didepan mereka mulai
terlihat suatu tempat yang terang. Tempat itu sudah diberi banyak obor dan
disitu juga terlihat sesosok pria yang sangat kekar. Itu adalah pria yang
terkekar yang pernah mereka temui. Hanya saja, pria itu dirantai, tangannya
dirantai, menempel dengan lehernya. Kakinya pun dirantai beserta pahanya
sehingga pria itu terjongkok dan tidak bisa berbuat apa-apa. Rantai besi itu
sangat tebal dan bahkan terlalu tebal, sehingga tidak ada yang mungkin bisa
merusak besi itu kecuali ada sesuatu yang lebih kuat dari besi itu. wajah pria
itu gelap kemerahan tua, Rambutnya kriting dan tebal. Rambut pria itu pun
sangat panjang, tidak ada yang bisa mengukur betapa panjang nya rambut pria itu.
mata pria itupun juga aneh. Mata kanannya tidak ada sehingga terlihat berlubang
dan mata kirinya juga seperti terlihat tak berfungsi. Mata kirinya terlihat
seperti bewarna ungu yang amat sangat gelap. Dikeningnya terlihat mempunyai
banyak luka goresan. Sangking banyaknya luka goresan tersebut sehingga seperti
membentuk sebuah huruf-huruf yang tidak dapat dibaca. ruangan tersebut pun juga
sangat aneh, banyak tulisan-tulisan aneh membentuk sebuah pola, terlihat
seperti sebuah gambaran. Memenuhi seluruh ruangan itu.
Para pelaut
itu sibuk memerhatikan seisi ruangan. Mereka sangat ketakutan melihat betapa
janggal nya seisi pulau beserta sosok-sosok yang mereka temui dan sudah
terlambat untuk meninggalkan tempat itu. Pria itu pun kemudian mendongak dan
melihat mereka. Mereka pun menyadari tatapan pria itu dan mereka juga waspada.
“Sungguh, apa yang kau perbuat, aku tidak akan
bisa dan tidak akan mau melepaskanmu dari rantai besi ini. Siapa kau
sebenarnya!?” Teriak Kapten kapal yang mengeluarkan pedangnya sambil
mengacungkan ke wajah pria itu.
Pria itu pun mendengarkan dan tersenyum sedikit.
“Sesungguhnya kalian sudah mengetahui siapa aku
dan seperti yang kalian lihat, aku tidak berada didalam posisi yang bisa
mengancam kalian, maka biarlah aku, yang bertanya kepada kalian dan selanjutnya
aku akan menjawab pertanyaan kalian.”
Mereka pun terdiam, ketidaksetujuan mereka pun
tidak akan berbuah hasil, karena apabila mereka memaksa pria itu menjawab,
terlihat bahwa pria itu pun seperti sudah mengalami penyiksaan dan kebal
terhadapnya. Apabila mereka tidak menjawab, mereka pun tidak akan mengetahui
apa-apa. Akhirnya, sang Kapten pun mengangguk. Kemudian Kapten menurunkan
pedangnya.
“Tolong, pertama-tama kabarilah aku, siapa kalian
ini?” ujar pria kekar itu.
“Kami adalah orang-orang Kaleya, kami sedang
melakukan pelayaran, namun bertemu dengan badai disepanjang perjalanan kami
hingga kami menemukan pulau ini. Kami pun mendarat dan sesampainya di daratan,
kami bertemu dengan makhluk berbulu yang menjuluki dirinya dengan Penjaga, lalu
makhluk itu meminta kami untuk menuju ke gua ini.” Jawab Kapten kapal itu
dengan rinci.
“Pertama-tama, aku ingin bertanya, apakah kontinen
Kaleya, tengah mengalami perang berkepanjangan?”
“Tidak, Kontinen Kaleya tidak pernah berperang
selama beberapa puluh tahun terakhir.”
Sang Kapten pun berpikir kenapa pria tersebut
menanyakan hal tersebut. Pertanyaan itu layaknya dia tidak pernah pergi ke
Kaleya selama berpuluh-puluh tahun lamanya dan tidak mengetahui kabar yang
terjadi di sana.
“Sungguh, beberapa waktu mendatang, Kontinen
Kaleya akan mengalami perang yang tidak ada henti-hentinya, perang itu akan
banyak memakan korban jiwa dan seluruh orang-orang akan bergejolak untuk
berperang.”
Sang Kapten yang menjawab pun merasa aneh dengan
jawaban pria tersebut, terlihat bahwa sepertinya pria ini mengetahui sesuatu
tentang masa depan.
“Dengan damainya Kontinen Kaleya, bagaimana kabar
seorang Pemimpin yang terkenal akan kebajikannya, pemimpin yang dikenal dengan
keberaniannya?”
“Apa maksudnya? Kontinen Kaleya selalu mempunyai
sembilan wilayah dibawah kepemimpinan sembilan pemimpin.”
“Benarkah? Maka sadarlah kalian, beberapa waktu
mendatang, akan turun seseorang yang sangat pantas itu. dia akan diikuti oleh
semua orang, dan terpujilah bagi mereka yang setia kepada orang itu nantinya.”
“Baiklah. aku ingin menanyakan lagi, tentang danau
Sepuluh Ribu Cermin.”
“Apa yang ingin kau tahu tentang danau itu?”
“Apakah danau itu masih jernih dapat berair?”
“Tentu, dari zaman dahulu kala, danau itu tidak
pernah kering.”
“Ceritakan tentangku mengenai buah Arin?”
“Ya, ada apa dengan buah Arin? Kalau maksudmu buah
itu tidak tumbuh lagi di Kaleya, kau akan kecewa, karena itu masih tumbuh subur
disana.”
Pria itu menatap diam dan sedang berpikir.
Terlihat kalau dia ingin menanyakan pertanyaan yang lain. Tetapi memutuskan
untuk menjawab si Kapten.
“Wahai Pelaut, memang benar, suatu saat buah yang
kau idamkan itu, akan perlahan akan menipis jumlahnya dan hingga saat kau
menyadarinya, buah itu akan musnah nantinya.”
“Kabarkan kepadaku lagi, bagaimana dengan mata air
Ryah, apakah masih mengalir? Apakah penduduk disana masih memanfaatkan air
itu?”
“Iya, mata air itu masih sangat mengalir dengan
derasnya dan penduduk disana pun masih menggunakan air itu untuk bertani,
Astrisia selalu menjadi wilayah yang paling subur diseluruh daratan Kaleya.
Maaf, apa maksudmu juga mata air itu akan kering?”
Pria itu kemudian terdiam. Tampaknya tidak ada
satupun jawaban yang dapat memuaskan nya. Sesaat setelah Kapten menjawab
kemudian dia merasakan ketakutan yang begitu luar biasa, pria itu tersenyum
lebar seperti dia mengetahui sesuatu. Anak buah kapal pun juga begitu, mereka
ketakutan seketika melihat pria itu tersenyum. Bulu halus mereka bergidik dan
keringat mereka bercucuran. Akan tetapi pria itu pun kembali ke mimik wajahnya
yang seperti biasa.
“Kalau begitu, mari perkenalkan diriku, aku adalah
Ur-Zamiskaveeri. Sebentar lagi aku akan diberi izin untuk keluar melanglang di
muka bumi ini. Karena pada saat hari itu tiba, aku akan menyelamatkan kalian
orang-orang dimasa mendatang. Tidak akan
satupun dari negeri akan terlewati olehku selama empat puluh hari lamanya,
kecuali beberapa kota yakni Thiana dan Riyana sebab, dua kota itu haram bagiku
untuk memasukinya.” Ujar pria kekar itu.
Seluruh awak kapal terdiam, mereka yakin benar
bahwa semua perkataan itu ganjil adanya, tetapi mereka semua cukup pintar untuk
menyembunyikannya, karena pada dasarnya ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan
dengan akal sehat mereka. lelaki yang benar-benar dibelenggu dengan cara
seperti itu, pastilah dihukum akan sesuatu, dan siapapun yang mengurungnya,
pasti cukup kuat untuk menundukkannya.
Kemudian pria itu juga berkata bahwa setelahnya
mereka melakukan percakapan itu, mereka boleh keluar dari gua itu dan juga
mereka akan diperlakukan sebaik-baiknya oleh dia. Mereka cepat-cepat keluar
dari gua itu karena ketakutan setengah mati bertatapan dengan pria itu.
sesampainya di luar gua, mereka tidak melihat makhluk berbulu itu lagi dan
mereka juga tidak meladeni masalah itu, mereka hanya ingin cepat-cepat keluar
dari pulau itu dan cepat-cepat melupakannya.
Usai sudah rombongan itu keluar dari pulau dan
menemukan bahwa Kapal mereka menjadi tampak lebih baik dari sebelumnya. Mereka
tampak kebingungan denga pemandanganan yang terjadi. Hanya dalam waktu lima jam
mereka berada di pulau, dan seluruh kapal tampak kembali kedalam kondisi prima.
Mereka dengan lekas kembali ke kapal dan melihat semua yang terjadi.
Diatas kapal pun, anak buah yang berada disana
tidak ingat dengan apa yang terjadi, mereka hanya menyadari kalau kapal itu
sudah kembali membaik dan lebih anehnya lagi, mereka menemukan persediaan
dikapal berupa buah-buahan dan potongan
daging yang tidak mereka dapat temukan. Kapten kapal pun menanyakan kepada anak
buah nya dan tidak ada satupun yang menjawab kalau mereka mengumpulkannya.
Bahkan mereka tidak menyadari kalau kapal dan persediaan itu tiba-tiba saja
terjadi.
Semakin mereka berada di pulau itu, semakin mereka
merasakan keanehan yang terjadi. Kapten kapal pun memutuskan untuk meninggalkan
pulau itu secepat-cepatnya, dikarenakan dengan hal yang terjadi. Kemudian dia
menceritakan kepada sisa anak buahnya yang berada di kapal dan semua yang
mendengarkan seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
“Kapten, apakah menurutmu semua Kapal dan
persediaan makanan itu dilakukan oleh pria itu?” Tanya si Navigator.
“Entahlah, tetapi aku yakin kalau sesungguhnya dia
tidak mengenalkan dirinya secara jujur. Entah siapa dia, darimana asalnya, dan
kenapa dia bisa diperlakukan seperti itu, aku harap, aku berharap tidak akan
pernah melihat dia kembali seumur hidupku.
0 Komentar